Senin, 27 September 2010

Sejarah Lahirnya Kaum Terpelajar (Mahasiswa) dan Posisi Sosialnya (Selebaran KM UI no.2 : 31 Agustus 2010)


Tahukah Kamu?

Lahirnya kaum terpelajar (mahasiswa) di Indonesia :

Faktor utama yang membidani lahirnya kaum terpelajar atau yang kemudian disebut sebagai mahasiswa di Indonesia adalah dibutuhkannya tenaga-tenaga ahli pada sektor-sektor industri serta jasa pelayanan masyarakat pada masa pemerintahan kolonial belanda di Indonesia (baca : Hindia Belanda). Di masa-masa awal, pemerintah kolonial selalu mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari Eropa untuk mengisi pos-pos kerja yang mengharuskan tenaga kerjanya memiliki keahlian atau spesifikasi khusus. Mereka dipekerjakan pada pabrik-pabrik milik kerajaan Belanda atau milik pemodal asing yang ada di Hindia Belanda, seperti di bidang manajemen atau teknisi. Begitupun pada sektor pelayanan jasa, dokter-dokter, birokrat dan masisnis kereta misalnya, selalu didatangkan dari Eropa. Hal tersebut karena memang hampir tidak ada sumber daya manusia (SDM) lokal (Hindia Belanda) yang memiliki kemampuan – kemampuan tersebut.

Namun, lama kelamaan, tepatnya di akhir-akhir tahun 1800-an menjelang 1900, pemerintah kolonial sadar akan terlalu besarnya biaya yang harus dikeluarkan, bila terus mendatangkan tenaga ahli dari Eropa. Maka kemudian dibuatlah sekolah-sekolah tinggi dengan spesifikasi keahlian khusus. STOVIA (sekarang Fakultas Kedokteran UI Salemba) misalnya dibuat untuk memproduksi dokter-dokter, dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (Sekarang ITB) menyiapkan pekerja pada bidang teknik di pabrik-pabrik. Juga OSVIA, sekolah bagi para calon ambtenar atau birokrat. Secara keseluruhan, hanya puteri-putera dari para bangsawan yang mampu mendapatkan pendidikan tersebut, atau minimal memiliki akses terhadap pemerintah kolonial.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Pramoedya Ananta Toer , “Jangan agungkan Eropa secara keseluruhan. Dimanapun ada yang mulia dan jahat… Kau sudah lupa kiranya Nak, yang kolonial selalu iblis. Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu.” Begitu kiranya pandangan yang paling tepat atas apa yang telah dilakukan pemerintahan kolonial terhadap masyarakat dan Indonesia. Sekolah-sekolah tinggi yang disediakan, merupakan sarana reproduksi untuk mendukung sepenuhnya kegiatan  produksi. Tenaga-tenaga ahli pribumi disiapkan hanya sebagai tenaga kerja murah, pelayan pemerintah kolonial, untuk tetap menjamin kepentingan modal kapitalis-imprealis di Hindia, yakni mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menghisap kekayaan alam dan menghisap tenaga sumber daya manusianya.

Dokter-dokter pribumi disediakan untuk memberi pengobatan pada masyarakat pekerja yang sakit, sebab bila hal tersebut tidak ditangani maka tingkat produksi akan menurun dan pemerintah kolonial sendiri akan menanggung akibat dan kerugiannya. Begitupun teknisi dan masisnis-masinis kereta, keberadaannya hanya sekedar mendukung produktivitas kerja. Sementara para puteri-putera bangsawan atau priyai lulusan OSVIA yang duduk dikursi-kursi birokrasi, tidak berdaya dalam menghadapi pembedaan status sosial yang diberlakukan pemerintah kolonial, yang membuat masyarakat pribumi dari golongan rakyat jelata (bukan bangsawan dan priyai) seolah-olah menanggung dosa yang tiada mampu diampuni bahkan oleh Tuhan-nya sendiri, dimana hak-hak hidup serta hartanya dirampas, kemudian tidak diakui sama sekali dimata hukum.

Tujuan dilahirkannya kaum pelajar (mahasiswa) di Indonesia :

Adanya kaum pelajar (waktu itu belum dikenal dengan istilah mahasiswa) di Indonesia yang ternyata hanya di-siapkan sebagai tenaga ahli dengan upah rendah, merupakan salah satu dari tiga rencana perbaikan yang sepertinya sengaja dirancang untuk gagal memperbaiki  keadaan masyarakat Indonesia. Hal tersebut tidak lain sebagai bagian dari politik etis yang waktu itu dilancarkan pemerintah kolonial Belanda. Dimana dua hal lainnya, pembangunan irigasi (bendungan serta sistem pengairan) dan Emigrasi (perpindahan penduduk), ternyata hanya menjadi alasan untuk mempekerjakan masyarakat secara paksa. Untuk membangun sarana dan infrastruktur pendukung seperti jalan dan saluran pengairan, untuk pabrik-pabrik dan perkebunan milik kaum kapitalis-imprealis.

Jelaslah sudah, bahwa memang tidak ada satupun hal yang benar di dalam sebuah sistem yang salah. Jika pun ada, hal itu hanya untuk membenarkan hal-hal yang salah. Sehingga kemudian, mahasiswa yang merupakan kaum terdidik, yang seharusnya memiliki tingkat kesadaran dan kepekaan masalah sosial lebih tinggi karena didukung kemudahan akses informasi, berhasil dibuat berada dalam posisi sosial yang salah.

Posisi sosial pelajar (mahasiswa) :

Melihat penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa posisi sosial mahasiswa berada pada perannya sebagai pendukung reproduksi kapitalisme. Mahasiswa hanya di-didik dan dibentuk menjadi seorang teknokrat, dimana setelah lulus dan menjadi sarjana hanya akan tua; dan hanya akan membusuk di meja-meja kerja. Sementara orang-orang desa, buruh-buruh pabrik; dan rakyat miskin umumnya yang seharusnya menikmati perbaikan kualitas kehidupannya berkat adanya kaum terpelajar (mahasiswa) tetap dicumbui resah. Sehingga kemudian penting bagi kita yang merupakan bagian dari kaum yang disebut terpelajar tersebut untuk menata ulang perspektif umum yang telah ada (yang dibentuk untuk melanggengkan sistem yang berkuasa) tentang peran dari kita. Keberadaan mahasiswa di dalam universitas (yang memproduksi ilmu pengetahuan untuk menunjang kapitalisme), juga tentu menjadi kunci bagi mahasiswa dalam menjalankan perannya. Dimana mahasiswa menjadi kunci utama bagi terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan, apakah yang akan menguntungkan rakyat, atau sebaliknya.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka perlu kita tempatkan ulang kembali posisi sosial mahasiswa sehingga dapat berguna bagi masyarakat umum dan tentu bagi nasibnya sendiri dikemudian hari. Mahasiswa harus mau mempelajari ilmu-ilmu atau teori bagi masyarakat, juga memproduksi ilmu serta teori yang ilmiah yang tentunya berguna bagi perbaikan keadaan masyarakat, karena ilmu dan teori yang didapat dari bangku kuliah rata-rata hanya bermanfaat bagi sistem dan orang-orang yang berkuasa. Selain itu, sebagai proses kelanjutan dari teori-teori yang telah dipelajari mahasiswa harus mau bergabung ke tengah-tengah masyarakat, untuk membangun kesadaran ilmiah dari keadaan di masyarakat itu sendiri. Untuk kemudian bersama-sama masyarakat melakukan tindakan-tindakan apapun yang diperlukan dalam upaya memperbaiki keadaan yang ada. Berangkat dari kesadaran akan keadaan masyarakat yang selalu dirugikan oleh bangunan struktur sistem yang ada dan berkuasa sekarangKomite Mahasiswa Universitas Indonesia (KM UI) terus berupaya untuk melakukan hal-hal tersebut.

Melalui diskusi-diskusi di KM UI, kita dapat mempelajari teori-teori ilmiah yang tidak hanya bersumber dari buku-buku saja melainkan juga langsung dari subjek-nya sendiri, masyarakat. Terbitan yang dikeluarkan KM UI, menjadi corong keluar bagi pengetahuan serta teori ilmiah yang sebelumnya telah dipelajari melalui diskusi dengan sasaran membangun kesadaran ilmiah tentang keadaan yang sebenarnya (ketidakadilan, kemiskinan, penindasaan, dll) di-kalangan mahasiswa serta masyarakat umumnya. Lalu, sebagai tanggung jawab langsung atas peran yang dijalankan sebagai kaum terpelajar, kita seluruh anggota KM UI harus siap terjun langsung ke masyarakat, dalam upaya membangun kesadaran masyarakat ataupun ketika kesadaran yang terbentuk sudah semakin kuat, sudah siap secara bersama-sama untuk melakukan perjuangan bersama masyarakat. Kawan-kawan yang bergabung dengan KM UI tentunya bisa bergabung ke dalam proses-proses tersebut sehingga perubahan yang telah lama dinanti-nantikan oleh masyarakat atas kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, yang lebih membebaskan masyarakat dari ketidak adilan, kemiskinan, penindasan, dapat datang lebih cepat. Selamat bergabung! Ayo berkawan dan melawan!.


Pendaftaran dan informasi : komitemahasiswa.ui@gmail.com ; contact : 08979444783

Tidak ada komentar:

Posting Komentar