Selasa, 09 November 2010

Ketika Kampus Kami Menyambut Sang Imperialis…

Pagi ini, 10 November 2010, kampus kami, Universitas Indonesia, bersiap-siap meyambut kedatangan Presiden Negara Imperialis, Barrack Obama. Seluruh jalanan diblokir sejak pukul 6.30 pagi. Bahkan, kami sebagai mahasiswa yang membayar kuliah dengan sangat mahal pun, tak dapat memasuki kampus kami. Penjagaan begitu ketat, ribuan aparat memenuhi jalanan dan tiap sudut sepanjang Margonda-Tanjung Barat. Di kampus kami sendiri, penjagaan lebih ketat lagi. Dengan popor senjata, suasana kampus menjadi begitu lengang. SEperti ada operasi militer. Kawan-kawan kami bahkan banyak yang rela menggadaikan harga dirinya, dengan menyerahkan tasnya, bukunya, dompetnya, dan semua benda-benda yang bersifat privat, demi memasuki kampus sendiri kepada para pemegang popor senjata. Begitu tak punya harga diri.
Keadaan kampus yang sedemikian tersebut tidak terlepas dari kebijakan kampus yang rela me;liburkan mahasiswanya demi menyambut sang tamu yang mereka anggap begitu agung. Kampus kami telah menjadi kampus Orde Modal. Kebijakan peliburan kampus, bukan saja merugikan mahasiswa, namun juga tukang ojek, pedagang-pedagang kantin, tukang fotokopi stasiun, dan warga masyarakat lain di sekitar kampus. Sungguh menyedihkan. Kampus yang dibangun di atas tanah rakyat kini malah menjadi menara gading yang semakin angkuh. Ketika mahasiswa yang telah membayar setiap semester dengan mahal saja tak dapat memasuki kampus, apalagi warga masyarakat, yang mungkin dianggap tak punya hak apapun atas kampus. Padahal, kampus adalah ladang mencari nafkah bagi banyak warga sekitar.
Kedatangan Presiden negeri imperialis ini sendiri pun tak ada kaitannya sama sekali dengan kemajuan kampus, apalagi kesejahteraan rakyat Indonesia, seperti yang digembar-gemborkan media selama ini. Kedatangannya tak lain merupakan usaha untuk memperkuat cengkraman kebijakan pro-modal dan pro-perang yang selama ini mereka lancarkan di banyak Negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Kedatangannya akan semakin memperkuat kedudukan Freepot, Exxon Mobil, Cevron, dll, yang selama ini menjarah dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Kedatangannya pun semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai bagian dari neoliberalisme yang selama ini telah berlangsung.
Menyikapi semua keadaan tersebut, kami, Komite Mahasiswa Universitas Indonesia (KM UI), menolak kedatangan Presiden Negara Imperialis tersebut. Karena tidak saja merugikan rakyat Indonesia , negara, tapi juga mahasiswa, pedagang-pedagang kecil sekitar kampus, tukang ojek, dan seluruh warga masyarakat yang dirugikan akibat ditutupnya akses jalan, dll. Penolakan ini kami suarakan melalui aksi pembentangan spanduk bertuliskan “ STOP IMPERIALISM & WAR!!!” di atas jembatan penyebrangan, wilayah ring I penjagaan yang super ketat tersebut pada pukul 08.00. Tulisan dalam spanduk tersebut memiliki arti bahwa kami bukan hanya menolak kedatangan Presiden yang citranya sangat populis tersebut, tapi jauh dari itu, kami menolak kehadiran imperialisme modal di Indonesia. Selain juga kebijakan pro-perang yang kini masih dirasakan rakyat di Irak, Afghanistan, Palestina, dll yang akhirnya memaksa Indonesia yang dipimpin oleh antek-antek imperlialis untuk juga mendukung kebijakan-kebijakan yang pro-perang tersebut. Inilah yang Dapat Kami Lakukan Ketika Kampus Kami Menyambut Sang Imperialis…


Rabu, 10 November 2010
09.00

Minggu, 07 November 2010

Obama Ke UI : MARI BERSIKAP!

Selebaran KM UI; November 2010

“PEMIMPIN IMPERIALIS DUNIA DATANG, KAMPUS DILIBURKAN”

Suatu siang di awal November 2010,
terjadi sebuah obrolan ringan di sebuah rumah makan Padang :

“Obama akan datang ke UI” kata si Uda, sang penjual makanan.
“Serius Uda..!!?” tanya temannya terkejut dan bertanya-tanya.
Kemudian, Uda menyahut dan berkata “Iya, bahkan mahasiswa UI akan di liburkan juga.”
“Kalau mahasiswa saja diliburkan, bagaimana dengan nasib para pekerja proyek bangunan perpustakaan ya?”,
”Iya” sahut si Uda, ”Mahasiswa yang bayar kuliah aja di liburkan, apalagi mereka, wah mau di ungsikan kemana tuh” lanjutnya.
“He he.. Iya ya, apalagi mereka kan orang daerah, sudah tentu banyak yang gak punya saudara disini” sahut temannya,
“Bukan itu saja, para tukang ojek juga bisa kehilangan pekerjaan selama tiga hari, karena keamananya pasti sangat luar biasa.”
“Hmm.. jangan-jangan, kereta api juga ga bisa lewat stasiun UI” sahut temannya,
“Iya, dengar-dengar juga begitu” jawab si Uda.

Dari penggalan obrolan ringan di atas tergambar bahwa kedatangan pemimpin negara imperialis itu sangat merepotkan dan menyengsarakan.

MARI KITA BUKA MATA, KAWAN…

Kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS), Barrack Obama ke Indonesia pada tanggal 10 November 2011 dalam rangkaiannya setelah pertemuan G20 di Torronto, Kanada, Juni lalu, tentu perlu disikapi. Terlebih, ia akan menyampaikan kuliah umum di kampus Universitas Indonesia. Sebagai kaum terpelajar, tentu kita harus melihat dan menyikapi kedatangannya secara kritis. Seperti diketahui, AS adalah negara imperialis yang kebijakan-kebijakannya banyak menyengsarakan negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia. Kunjungan Obama ke Indonesia terutama ditujukan dalam rangka memperkuat kebijakan pro-modal dan pro-perang AS.

Dibawah kepemimpinan Obama, tekanan neoliberalisme terhadap negara dunia ketiga terjadi semakin kuat. Melalui G20, $1,1 miliar dikucurkan dalam stimulus ekonomi yang akan diberikan melalui IMF. Namun, pinjaman IMF ke dunia ketiga tersebut datang dengan syarat neoliberal yang kejam yang tentu saja akan berimplikasi pada penghancuran keberlangsungan kehidupan ratusan juta orang. Syarat-syarat neoliberal tersebut, adalah penjualan aset-aset rakyat (privatisasi), pembuatan area perdagangan bebas, labor market flexibility yang mengakibatkan maraknya sistem kerja kontrak dan outsourching, serta perampasan Sumber Daya Alam. Sementara para pemilik modal justru dilindungi dengan subsidi dan kucuran dana bail-out. Bailout Century yang dilakukan oleh SBY adalah sama dengan kebijakan Obama yang mengucurkan ratusan juta dollar untuk perbankan di AS. Yang ternyata uang tersebut digunakan oleh para pemilik bank untuk menaikan gajinya sendiri.

Perusahaan multi nasional Amerika Serikat seperti Exxon Mobil, Freeport, Newmont, Chevron, dll yang telah mengeruk kekayaan, menindas, dan menyengsarakan rakyat Indonesia akan semakin terbuka jalannya dengan kunjungan Obama ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut bergelimangan keuntungan dengan minyak, gas alam, dan emas yang dijarah dari bumi Indonesia. Sementara rakyat Indonesia semakin miskin karena harga BBM dan listrik yang terus menerus naik, Belum lagi, kerusakan lingkungan yang diakibatkan penjarahan perusahaan-perusahaan tersebut pun tidak pernah dipertanggungjawabkan. Agenda Imperialisme dan Neoliberal telah memaksa terjadinya penjarahan terhadap rakyat dan bumi kita dalam skala yang tidak terperikan, sementara elit pemilik modal semakin bergelimangan dalam keuntungan, subsidi yang masif, serta dana-dana bailout. Ketika rakyat memberontak akibat kebijakan tersebut maka politik represi dengan perang dan politik menakut-nakuti dengan isu terorisme pun dilakukan.

Afghanistan dan Irak misalnya, masa depan mereka masih kelabu sekarang. Meski AS telah menarik sebagian pasukanya dari Irak, tidak ada jaminan bahwa tahun 2011 penarikan semua pasukan akan dilakukan secara konsekuen. Yang jelas, pada secara politik dan ekonomi (meski dalam hal ekonomi tidak sepenuhnya), AS telah menancapkan kukunya di Iraq. Hal ini terbukti dari begitu bergantungnya pemerintahan Irak atas AS untuk bertahan. Bahkan mungkin bisa saja nanti mereka akan mendirikan pangkalan sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan. Sedangkan kondisi di Afganistan pun setali tiga uang. Penambahan pasukan disana tidak menjamin keadaan akan semakin lebih baik. Pun tidak bisa dipercayai bahwa AS benar-benar bebas nilai, yang hanya mencoba menegakkan demokrasi dan keamanan dalam negeri mereka.

MARI BERSIKAP!

Dari pemaparan fakta-fakta di atas, dapat kita lihat bahwa kedatangan pemimpin imperialis dunia tersebut tidak memberi arti apa-apa selain untuk memperluas imperialisme, yang semakin rakus dan bersifat menghancurkan. Tidak ada kesejahteraan dan kedamaian yang datang dari sistem imperialis. Sebagai kaum terpelajar, adalah tugas kita untuk bersama dengan rakyat melawan imperialisme dengan mewujudkan sebuah tatanan dunia baru yang dijalankan dan dimiliki oleh rakyat mayoritas : yang tertindas dan tereksploitasi, dengan berdasar pada solidaritas, kerja sama dan penghormatan atas lingkungan.
So, what’s on your mind? 